Senin, 19 Desember 2011
fashahah
Fashahah dan Balaghah adalah dua diantara banyak cabang ilmu bahasa Arab, yang menekankan masalah kemahiran memilih kata-kata indah, susunan kalimat yang serasi, sedap di dengar, mudah dimengerti, pendek dan bermakna padat.
الفصاحةُ في اللغةِ تُنْبِئُ عن البيانِ والظهورِ. يقالُ: أفْصَحَ الصَّبيُّ في مَنْطِقِه، إذا بانَ وظَهَرَ كلامُه
Fashahah menurut bahasa adalah: Menampakkan yg jelas dan terang. Sebagaimana dikatakan: anak itu telah FASIH ucapannya, bilamana perkataannya sudah terang dan jelas.
وتَقَعُ في الاصطلاحِ وصْفًا للكلمةِ والكلامِ والمتكلِّمِ
Terjadi menurut istilah balaghah adalah: sifat bagi kalimah (kata), kalam (kalimat) dan mutakallim (pembicara).
Fashahah merarti implementasi makna melalui lafazh-lafazh yang jelas.Fashahah meliputi : 1) Kemudahan pelafalan. 2) Kejelasan makna (tidak gharib). 3) Ketepatan sharaf.
A. Fashahah kalimah harus terhindar dari:
1. Tanaafur Huruf, adalah : sifat bagi kalimah yang memastikan berat di lidah dan sulit mengucapankannya. contoh AZH-ZHASYSYAH sebutan untuk permukaan yg kasar, HU’KHU’ sebutan untuk tumbuh-tumbuhan makanan unta, NUQQAAKH sebutan untuk air tawan yang jernih, MUSTASYZAR sebutan untuk sesuatu yang dipintal
2. Mukhalafah Qias, adalah : keberadaan kalimah yang tidak mengikuti aturan ilmu shorof. contoh jamaknya lafazh BUUQIN menjadi BUUQAATIN didalam contoh perkataan seorang penyair:
fa in yaku ba’dhun-naasi saifan li daulatin ¤ fa fin-naasi BUQAATIN wa thobuulu
jika sebagian orang itu menjadi pedang untuk negara ¤ maka diantara mereka harus ada terompet dan genderang.
karena menurut qias (ilmu shorof), bentuk jamak qillah adalah “ABWAAQUN”. contoh yang lain “MAUDADAH” di dalam perkataan seorang penyair: "inna baniyya lali-aamun zahadah ¤ maa liya fii shuduurihim min MAUDADAH.”
benar-benar keturunanku itu orang yang tidak baik dan tiada berpenganggapan ¤ di hati mereka tidak ada rasa kasih-sayang untukku.
menurut qias (kaidah ilmu shorof) adalah MAWADDAH dengan di-idgham.
3 Gharabah, adalah : Keberadaan kalimah yang tidak jelas maknanya. Misal TAKA’KA-A dengan arti IJTAMA’A (berkumpul), IFRANQA’A dengan arti INSHOROFA (bubar/berpaling), ITHLAKHOMMA dengan arti ISYTADDA (kuat perkasa/gagah).
Contoh perkataan ‘Isa bin Umar an-nahwiy ketika jatuh dari Himarnya, dan orang-orang mengerumuninya:
“Maa lakum TAKA’KA’TUM ‘alayya, kaTAKA’KUIKUM ‘alaa dzii jinnah? IFRANQI’UU ‘anniy…!”
“ada apa kalian berkumpul mengerumuni saya, sebagaimana kalian berkumpul mengerumuni orang gila? Bubar dariku…!”
B. FASHAHAH KALAM
سلامتُه منْ تَنافُرِ الكلماتِ مجتمعةً، ومنْ ضَعْفِ التأليفِ، ومن التعقيدِ، معَ فصاحةِ كلماتِهِ.
Terhindar dari:
1. Tanaafur (kalimaat mujtami’atan)
adalah : sifat di dalam kalam yang memastikan berat di lidah dan sulit mengucapkannya. contoh: - Tanaafur kalimaat mujtami’atan (ketidaksesuaian lafal antara kata-kata yg terkumpul),
في رَفْعِ عرْشِ الشَّرْعِ مثلُكَ يَشْرَعُ = وليسَ قُرْبَ قَبْرِ حَرْبٍ قَبْرُ
Fii ROF’I ‘ARSYIs-SYAR’I mitsluka YUSYRO’ = wa laisa QURBA QOBRI HARBI QOBRU.
Orang sepertimu adalah dia yang bertugas mengangkat tiang layar.Di dekat kuburan Harb itu, tidak ada kuburan lain.
كريمٌ متى أمدَحْهُ أمدحْهُ والوَرَى = معي وإذا ما لُمْتُهُ لُمْتُهُ وَحْدِي
Kariimun mataa AMDAH-HU AMDAH-HU wal waroo # ma’i wa idzaa LUMTUHU LUMTUHU wahdiy.
Dia itu mulia, kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya. apabila aku mencelanya, aku sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak
Keterangan:Tanaafur kalimaat mujtami’atan = kumpulan kata minimal dua kata atau lebih yang saling memberatkan antara yang satu dengan yang lainnya dalam pengucapan dan lidah.Fii ROF’I ‘ARSYIs-SYAR’I mitsluka YUSYRO’ = contoh kalam ini tidak fasih karena mengandung tanaafur kalimaat mujtami’atan, dengan mengulang-ulang tiga huruf (RA, ‘AIN, SYIN). RA’ dan ‘AIN pada empat kata (ROF’I-’ARSYI-SYAR’-YUSYRO’) dan SYIN pada tiga kata (‘ARSYI-SYAR’-YUSYRO’) demikian juga untuk contoh lainnya.
2- Dha’fit-ta’liif (doifnya susunan menurut kaidah nahwu),
وضَعْفُ التأليفِ – كونُ الكلامِ غيرَ جارٍ على القانونِ النحويِّ المشهورِ، كالإضمارِ قبلَ الذكْرِ لَفْظًا ورُتْبَةً في قولِ. Dho’fut-ta’liif : adanya kalam yg tidak sesuai dengan kaidah nahwu yang masyhur. Seperti menyebut dhomir sebelum menyebut lafazhnya atau tingkatannya.Contoh syahid syair dalam bahar basith :
جَزَى بنُوهُ أَبَا الغِيلانِ عنْ كِبَرٍ = وحُسْنِ فِعْلٍ كما يُجزَى سِنِمَّارُ
JAZAA BANUUHU ABAL-GHILAANI ‘an kibarin = wa husni fi’lin kamaa yujzaa sinimmaaru.
Putranya (bani abu ghilan) membalas kebaikan Abu Gilan dimasa tuanya, dengan balasan sebagaimana dibalasnya orang yg bernama Sinimmar.
dho’futta’lif pada syair diatas ada pada kalimat ” JAZAA BANUUHU ABAL-GHILAANI” menyebut dhamir pada faa’il yang kembali pada maf’ul yg ada dibelakangnya “lafzhan wa rutbatan”. Demikian ini tidak sesuai dengan kaidah pakem nahwu, sebagimana dalam alfiyah bab faa’il oleh ibnu malik:
وشاع نحو خاف ربه عمر … وشذ نحو زان نوره الشجر
WA SYAA’A NAHWU KHOOFA ROBBAHU ‘UMAR * WASYADDA NAHWU ZAANA NAURUHUS-SYAJAR
3-Ta’qid (kusut/rancu dalam hal pengertian, baik secara lafzhi atau secara ma’nawi). Hal ini beserta fasih kalimah-kalimahnya.
Adanya kalam (kalimat) samar dalam penunjukan makna yang dimaksud.
والخفاءُ إمَّا منْ جهةِ اللفظِ، بسببِ تقديمٍ أوْ تأخيرٍ أوْ فَصْلٍ، ويُسمَّى تعقيدًا لفظِيًّا، كقولِ المتنبِّي:
Kesamaran itu baik dari segi lafazhnya, disebabkan takdim (mengedepankan yg seharusnya dibelakang ), ta’khir (mengakhirkan yg seharusnya didepan), atau fashl (pemisahan). Maka dinamakan ta’kid lafzhiy. Seperti contoh perkataan penyair:
جَفَخَتْ وهم لا يَجْفَخُونَ بها بهم = شِيَمٌ على الحسَبِ الأغَرِّ دلائلُ
JAFAKHAT WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA BIHIM = SYIYAMUN ‘ALAL-HASABIL-AGHARRI DALAAILU.
فإنَّ تقديرَه: جَفَخَتْ بهم شِيَمٌ دلائلُ على الحسَبِ الأغرِّ، وهم لا يَجفخونَ بها.
Karena sesungguhnnya takdirannya adalah:JAFAKHAT BIHIM SYIYAMUN DALAAILU ‘ALAL-HASABIL-AGHARRI WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA.Adat kebiasaan saling menasehati atas leluhurnya yg mulia, membanggakan mereka. Tapi mereka tidak banggakan diri dengan kebiasaan itu.
KETERANGAN:pada syair diatas terdapat FASHL/memisah antar fi’il (JAFAKHAT) dan muta’allaqnya (BIHIM) dengan kalimat sempurna yg mempunyai makna tersediri (WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA).Kemudian terdapat TA’KHIR mengakhirkan lafazh (DALAAILU) dari muta’allaqnya (‘ALAL-HASBIL-AGHARRI) sekaligus terjadi FASHL antara maushuf (SYIYAMUN) dan sifatnya (DALAAILU) dengan muta’alliqnya sifat yang seharusnya ada dibelakang (‘ALAL-HASBIL-AGHARRI).
وإمَّا منْ جهةِ المعنى بسببِ استعمالِ مَجازاتٍ وكِناياتٍ، لا يُفْهَمُ المرادُ بها، ويُسَمَّى تَعقيدًا معنويًّا، نحوُ قولِكَ: (نَشَرَ الْمَلِكُ أَلْسِنَتَه في المدينةِ)، مُريدًا جواسيسَه، والصوابُ:(نَشَرَ عيونَه). وقولِه:
Adapun kesamaran dari segi makna, disebabkan penggunaan majaz atau kinayah yang tidak difahami maksudnya, maka dinamakan ta’kid ma’nawiy. Contoh perkataanmu : ” raja itu menyebarkan ALSINATAHU/LIDAH-LIDAHNYA di kota itu” dengan maksud penyelidik-penyelidiknya. Maka yang benar ” menyebarkan ‘UYUUNAHU/MATA-MATANYA”. Dan sebagaimana dalam syair (bahar thowil):
سَأَطْلُبُ بُعْدَ الدَّارِ عَنْكُمْ لِتَقْرُبُوا * وَتَسْكُبُ عَيْنَايَ الدُّمُوعَ لِتَجْمُدا
SA ATHLUBU BU’DAD-DAARI ‘ANKUM LI TAQRUBUU = WA TASKUBU ‘AINAAYAD-DUMUU’U LI TAJMUDAA.Aku akan mencari rumah yang jauh dari kalian agar kalian dekat di hati. Dan kedua mataku akan menumpahkan habis air matanya agar MEMBEKU (merasakan bahagia karena telah dekatnya hati)
حيث كَنَّى بالجمودِ عن السرورِ، معَ أنَّ الجمودَ يُكَنَّى بهِ عن البُخْلِ وقتَ البكاءِ
dimana dimaksudkan penggunaan kinayah dengan kata “JUMUD/BEKU” untuk mengungkapkan rasa bahagia, padahal sesungguhnya kata “JUMUD/BEKU” adalah kinayah untuk sulitnya air mata mengalir di saat sedang menangis.
C. Fashohan Mutakallim (pembicara) :
adalah malakah (bakat sang pembicara) yang mampu menuangkan maksud dengan kalimat fashih, dalam situasi sasaran yang bagaimana pun.
Setiap kalimat yang baliigh mesti fashiih, namun tidaklah kalimat yang fashiih itu selalu baliigh.Al-Mas'udiy meriwayatkan, bahwa lebih dari 480 khutbah yang diucapkan oleh Imam Ali r.a. tanpa dipersiapkan lebih dahulu, dihafal oleh banyak orang. Syarif Ar-Ridha mengatakan dalam kitab "Khutbah Nahjul Balaghah", bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib adalah pencipta dan pengajar ilmu Fashahah dan juga merupakan orang yang mengeluarkan ilmu Balaghah. Dari dialah munculnya aturan-aturan ilmu tersebut dan dari dia juga orang mengambil kaidah-kaidah dan hukum-hukumnya. Tiap orang yang berbicara sebagai khatib, pasti mengambil pepatah atau kata-kata mutiara dari dia, dan tiap orang yang pandai mengingatkan orang lain pasti mencari bantuan dengan jalan mengutip kata-kata Imam Ali. Demikian kata Syarif Ar-Ridha. Tentang hal itu Muawiyah sendiri juga terpaksa harus mengakui keunggulan lawannya, ketika ia berkata terus terang lepada Abu Mihfan: "Seandainya semua mulut dijadikan satu, Belum juga ada orang Qureisy yang cakap berbicara seperti dia". Banyak sekali ungkapan dan kata-kata mutiara Imam Ali r.a. tercamtum dalam kitab "Nahjul Balaghah", yang dibelakang hari diuraikan oleh Ibnu Abil Hadid dalam bukunya "Syarah Nahjil Balaghah", yang terdiri dari 20 jilid. Buku "Nahjul Balaghah" kiranya cukuplah menjadi bukti, bahwa dalam hal menyusun kalimat dan memilih kata-kata bermutu, memang tidak ada orang lain yang menyamai atau melebihi Imam Ali r.a. selain Rasul Allah s.a.w. sendiri. Salah satu contoh ialah kata-katanya: "Tiap wadah bila diisi menyempit kecuali wadah ilmu, ia bahkan makin bertambah luas". Dalam kitab "Al-Bayan wat Tabyin", Al-Jahidz mengetengahkan ucapan Imam Ali r.a. yang mengatakan: "Nilai seseorang ahila perbuatan baiknya". Dalam memberikan tanggapan terhadap ucapan Imam Ali r.a. tersebut, Ibnu Aisyah mengatkan: "Selain kalam Allah dan Rasul-Nya, aku tidak pernah menemukan sebuah kalimat yang lebih padat maknanya dan lebih umum kemamfaatannya dibanding dengan ucapan-ucapan Imam Ali".
Sabtu, 05 November 2011
AYAT-AYAT KEADILAN
Berlaku adil adalah salah satu prinsip Islam yang dijelaskan dalam berbagai nash ayat maupun hadits. Prinsip ini benar-benar merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau tuntunan dan aturan agama semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan manusia diperintah untuk berlaku adil.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil, berbuat kebajikan dan memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisâ` : 58)
Dan Al-Qur`an Al-Karîm adalah lambang keadilan,
“Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (Al-Qur`an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’âm : 115)
Dan Allah Ahkamul Hâkimîn memerintah untuk berlaku adil secara mutlak,
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” (QS. Al-An’âm : 152)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS. An-Nisâ` : 135)
Dan Rabbul ‘Izzah tetap memerintahkan untuk berlaku adil walaupun terhadap musuh sendiri,
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mâ`idah : 8)
Dan Allah memuji orang-orang yang berlaku adil,
“Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’râf : 181)
Dan Nabi-Nya telah diperintah untuk menyatakan,
“Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian.” (QS. Asy-Syûrô : 15Senin, 04 April 2011
ISLAM MENINGGIKAN DERAJAT ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN BERILMU dan DAMPAKNYA PADA PERKEMBANGAN IPTEK
Allah SWT mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat, semakin tinggi keimanan dan ilmu seseorang maka semakin tinggi derajatnya. Allah menyandingkan kata Iman dan Ilmu, hal ini mengandung beberapa konsekuensi, yaitu bahwa orang yang mengaku beriman wajib hukumnya untuk menuntut ilmu, sementara orang yang berilmu namun tidak beriman maka ilmunya hanya akan menimbulkan kerusakan bagi orang lain dan dirinya sendiri. Iman dan Ilmu hendaknya tidak terpisahkan pada diri seseorang, jika hilang salah satunya maka akan membuatnya memiliki derajat yang rendah baik di dunia maupun di akhirat.
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? †Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râ“à±S$# (#râ“à±S$$sù Æìsùö�tƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎�Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Mujaadilah: 11)
Ayat di atas menunjukkan betapa tingginya derajat orang-orang yang berilmu, beramal shaleh dan berjihad di jalan Allah. Bukan hanya dihargai dan dihormati oleh sesamanya, akan tetapi Allah pun mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.
a. Hakikat Beriman
Begitu pentingnya menjadi orang pintar ilmu dunia dan ilmu akhirat, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an terdapat empat tempat yang memberitakan betapa tingginya derajat orang-orang berilmu.
Pertama, dalam al-Qur’an Surah al-Mujaadilah ayat 11, yaitu:“Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan padamu, “berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya orang-orang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Kedua, dalam al-Qur’an Surah al-Nisaa ayat 95-96, yaitu:“Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar, yaitu beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ketiga, dalam al-Qur’an Surah Thaha ayat 75, yaitu:“Dan barang siapa datang kepada Rabb-Nya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shaleh, maka mereka itulah orang-orang yang telah memperoleh tempat-tempat yang mulia.”
Keempat, dalam al-Qur’an Surah al-Anfaal ayat 2-4, yaitu: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Rabbnyalah mereka bertawakal. Yaitu, orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezeki yang mulia.”
Orang yang beriman adalah:
1. Takwa
2. Menjauhi kezaliman (syirik)
3. Orang yang mendirikan sholat
4. Selalu khusyuk dalam sholatnya
5. Mengeluarkan cahaya (aura)
6. Apabila ia mendengar asma Allah bergetar hatinya
7. Orang yang menafkahkan sebagian rezeki yang dimilikinya
B. Hakikat Berilmu
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lain adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Qur’an dan Al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Sejauh ini, kita telah mencoba untuk membuktikan bahwa perintah Al-Qur’an dan Sunnah mengenai menuntut ilmu tidaklah terbatas pada ajaran-ajaran syariah tertentu, tetapi juga mencakup setiap ilmu yang berguna bagi manusia.
Tujuan utama manusia adalah mendekatkan diri pada Allah dan mendapatkan ridha-Nya, aktivitas-aktivitasnya harus difokuskan pada arah ini. Segala sesuatu yang mendekatkan kepada Tuhan atau petunjuk-petunjuk pada arah tersebut adalah terpuji. Jadi, ilmu hanya berguna jika dijadikan alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridhaan dan kedekatkan kepada-Nya. Jika tidak, ilmu itu sendiri akan menjadi penghalang yang besar (hijab al-akbar), apakah ia tercakup dalam ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu syariah.
Jelas bahwa menyembah Allah tidak hanya lewat puasa, shalat dan lain sebagainya. Nyatanya, suatu gerakan menuju taqarrub (kedekatan) kepada Allah selalu dianggap sebagai ibadah. Salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah adalah ilmu, dan hanya dalam hal semacam inilah ilmu dipandang bernilai. Dengan bantuan ilmu, seorang Muslim, dengan berbagai cara dan upaya dapat ber- taqarrub kepada Allah.
1. Dia dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah.
2. Dia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya.
3. Dia dapat membimbing orang lain.
4. Dia dapat memecahkan berbagai problem masyarakat.
Jika ilmu adalah sesuatu yg paling berharga maka mencari ilmu adalah pekerjaan paling mulia. Allah SWT telah menyandingkan kewajiban menuntut ilmu dengan kewajiban jihad. Jadi jika jihad melawan orang kafir itu menjaga agama islam dari ancaman luar, maka menuntut ilmu kemudian menyebarluaskannya adalah menjaga kelestarian ajaran islam dari dalam.
C. Dampak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Satu abad terakhir ini, kemajuan Iptek dunia dipimpin oleh peradaban Barat. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut, membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa diimbangi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: tsunami, gempa dan kacaunya iklim serta cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju. Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, di India, di Jepang dan lain sebagainya. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan neo-imperialisme oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan Iptek modern.
Peradaban Barat modern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun kemajuan tersebut nampak tidak seimbang, karena lebih mementingkan kesejahteraan material sebagian individu dan sekelompok tertentu saja. Dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lemah Iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme di Dunia Timur dan Selatan.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis dan sekular yang diserap melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban serta Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan…
Renungan: Segala pujian hanya milik Allah yang menciptakan manusia dan memberi mereka petunjuk. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang selalu istiqamah mengikuti manhajnya hingga hari akhir. Amma ba’du :
Sebuah firman Allah menjelaskan kepada kita tentang keutamaan orang yang beriman dan mempunyai ilmu. Allah berfirman :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (11) [المجادلة/11]
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dari kalian dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat. Dan Allah itu Maha banyak khabar terhadap apa yang kalian lakukan. Al-Mujadilah: 11.
Ilmu adalah cahaya. Tanpa ilmu, manusia buta. Tanpa ilmu, manusia pasti binasa. Begitulah ilmu. Ia merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena pentingnya ilmu, Allah memerintahkan nabi untuk selalu meminta tambahan ilmu.
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (114) [طه/114]
Dan katakanlah, “Wahai Pemeliaharaku! Tambahkanlah padaku ilmu.” Thaha: 114.
By: Dwi Ariyanto
Senin, 28 Maret 2011
Madrasah Tsanawiyah
Jumat, 04 Februari 2011
Deru ombak yang memukul pantai
Sayu hati bila terkenangkan
Memori indah bersama
Dengarkanlah lagu kuciptakan
Tanda ingatan tulus buatmu
Moga abadi di sanubari
Bersemi buat selamanya
Segala yang manis pasti ada pahitnya
Begitulah jua hidup bersama
Segala yang indah jadikan hiasan
Segala yang buruk jadikan sempadan
Masih segar di ingatan ku sentiasa
Kenangan menggamit rasa
Tempuhi onak dan duri
Itulah yang diharungi
Janji yang telah kita bina
Tetap kekal abadi
Seandainya dugaan datang menerpa
Hingga dirimu terluka
Usah ditangis hibanya
Kerna aku bersamamu
Mengubat hati yang duka
Demi janji kita
Marilah suburkan kembali
Hubungan dengan kejujuran
Leraikan segala impian
Buktikan dengan keikhlasan
Moga persahabatan ini
Mengajar erti kehidupan
Dalam rahmat Tuhan yang Esa
Bahagia selamanya...
Sabtu, 01 Januari 2011
Dikau hadir Di kala aku memerlukan seorang teman. Dikau bawa secebis bahagia, Bila aku hampir berputus asa
Kuterima segala Apa yang diperduga. Dan kini kubersedia Hadapi hari muka
Kau bawa sinar cahaya Di hariku yang gelita. Dan dikau hadir tepati waktunya Membawa tawa ceria
Bila mana kau terima Hidup ada suka dan duka, Mendung takkan selamanya, Sinar mentari kan menjelang tiba
Aku ingin hidup secerah mentari pagi Yang menyinari di taman hatiku. Aku ingin seriang kicauan burung Yang terdengar di jendela kehidupan
Aku ingin menghapus duka dan lara. Melerai rindu di dalam dada
Sedamai pantai yang memutih Sebersih titisan embun pagi
Dan ukhuwah ini pasti berputik Menghiasi taman kasih yang harmoni
Seharum wangian kasturi Seindah ceria pelangi Segalanya kan bermula di sini